Asas-asas Tidak Tertulis dalam Hukum Pidana

/ Thursday, June 7, 2012 /

Asas yang tidak tertulis atau tidak dirumuskan dengan tegas dalam KUHP akan tetapi telah dianggap berlaku di dalam praktik hukum pidana itu meliputi empat hal yaitu:
1.      Tidak dipidana tanpa kesalahan
2.      Alasan pembenar
3.      Alasan pemaaf
4.      Alasan penghapus penuntutan

Asas Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat

/ /

Asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat, dapat dibedakan menjadi empat asas, yaitu:
1.      Asas teritorial
Yaitu hukum pidana berlaku bagi semua orang yang melakukan tindak pidana di luar wilayah RI.
2.      Asas nasional aktif
Yaitu hukum pidana berlaku bagi orang Indonesia jika melakukan tindak pidana di luar wilayah RI.
            3.   Asas nasional pasif
Yaitu hukum pidana berlaku bagi WNI maupun WNA yang melakukan tindak pidana di luar wilayah RI.
            4.   Asas universalitas
Yaitu hukum pidana berlaku terhadap tindak pidana yang terjadi di luar wilayah RI yang bertujuan untuk merugikan kepentingan Internasional.

Asas Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu

/ /
Sumber utama tentang berlakunya UU hukum pidana menurut waktu, tersimpul di dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Banyak pengertian yang dapat diberikan kepada Pasal 1 ayat (1) KUHP antara lain:
a.       Mempunyai makna ”nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali”, tiada delik, tiada pidana, tanpa peraturan yang mengancam pidana lebih dahulu.
b.      Mempunyai makna ”Undang-undang hukum pidana tyidak mempunyai kekuatan berlaku surut”.
c.       Mempunyai makna ”lex temporis delicti”, yang artinya undang-undang berlaku terhadap delik yang terjadi pada saat itu.

Sepanjang sejarah dari perkembangan hukum pidana dengan segala faktor-faktor yang mempengaruhi, kiranya dapat disusun dalam empat macam sifat ajaran yang dikandung oleh asas legalitas.
1.      Asas legalitas hukum pidana, yang mendasarkan titik berat pada perlindungan individu untuk memperoleh kepastian dan persamaan hukum terhadap penguasa agar tidak sewenang-wenang. Perlindungan individu diwujudkan adanya keharusan dibuat UU lebih dahulu untuk menentukan perbuatan pidana atau pemidanaan
2.      Asas legalitas hukum pidana yang mendasarkan titik berat pada dasar dan tujuan pemidanaan agar dengan sanksi pidana itu hukum pidana bermanfaat bagi masyarakat, karena itu masyarakat harus mengetahui lebih dahulu rumusan peraturan yang memuat tentang perbuatan pertama dan ancaman pidananya.
3.      Asas legalitas hukum pidana, yang mendasar titik berat pada dua unsur yang sama pentingnya yaitu bahwa yang diatur oleh hukum pidana tidak hanya memuat ketentuan tentang perbuatan pidana saja agar orang mau menghindari perbuatan itu, tetapi juga harus diatur mengenai ancaman pidananya agar penguasa tidak sewenang-wenang dalam menjatuhkan pidana.
4.      Asas legalitas hukum pidana yang mendasarkan titik berat pada perlindungan hukum lebih utama kepada negara dan masyarakat daripada kepentingan individu.

Hubungan antara Ilmu Hukum Pidana dan Kriminologi

/ /
Hubungan antara ilmu hukum pidana dan kriminologi, dapat dikatakan mempunyai hubungan timbal balik dan bergantungan satu sama lain(interrelation dan dependence). Ilmu hukum pidana mempelajari akibat hukum daripada perbuatan yang dilarang sebagai kejahatan (crime) yang dapat disingkat pula dengan nama ”ilmu tentang hukumnya kejahatan”, dengan demikian sebenarnya bagian hukum yang memuat tentang kejahatan disebut hukum kejahatan, hukum kriminil (criminil law/penal law, misdaads-recht/delicten-recht). Akan tetapi telah menjadi lazim bagi hukum tentang kejahatan itu dinamakan ”strafecht” yang salinannya ke dalam bahasa Indonesia menjadi hukum pidana.

Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari kejahatan, yang lazimnya mencari sebab-sebabnya sampai timbul kejahatan dan cara menghadapi kejahatan dan tindakan/reaksi yang diperlukan.

Kedua ilmu pengetahuan itu bertemu dalam fokus pada kejahatan, dengan prinsip-prinsip yang berbeda karena objek dan tujuannya. Ilmu hukum pidana mempunyai objek pada aturan hukum tentang kejahatan dengan akibat hukum berupa pidana dan tujuanna untuk mendapatkan pengertian dan penggunaan pidana yang sebaik-baiknya guna mencapai keadilan hukum, sedangkan krimonologi mempunyai objek manusia penjahat di belakang peraturan hukum pidana dan tujuannya memperoleh pengertian tentang sebab kejahatan untuk memberikan pidana atau tindakan yang tepat agar tidak melakukan lagi kejahatan.

Tugas dan Aliran Ilmu Hukum Pidana

/ /
Ilmu hukum pidana mempunyai tugas untuk menjelaskan, menganalisa, dan seterusnya menyusun dengan sistematis dari norma hukumpidana dan sanksi pidana agar pemakaiannya menjadi berlaku sesuai dengan kemanfaatan dalam masyrakat. Oleh sebab itu yang menjadi objek ilmu hukum pidana hádala hukum pidana positif. Sebagaimana diketahui di dalam hukum pidana positif pada umumnya perana asas-asas hukum pidana itu menjadi dasar di dalam perundang-undangan, baik yang diletakkan pada aturan umum (algemene leerstukke) maupun pada perumusan delik-delik khususnya (bijzondere delictsomschrijvengen). 
Apabila diingat kembali bahwa hukum pidana itu mempunyai unsur pokok norma dan sanksi pidana, serta mempunyai tugas menentukan agar setiap orang menaati ketentuan di dalam pergaulan hidup bermasyarakat dan menjamin ketertiban hukum, kiranya dalam mempelajari sejarah dari timbal dan perkembangannya hukum pidana tidak akan lepas lepada latar belakang social serta kejiwaannya.

Bertalian dengan latar belakang social serta kejiwaannya itu, di dalam ilmu hukum pidana terdapat pandangan yang berbeda di antara para sarjana. Perbedaan pandangan itu lazimnya menimbulkan aliran ilmu hukum pidana yang sempit dan aliran ilmu hukum pidana yang luas.

Zevenbergen memandang ilmu hukum pidana adalah ilmu pengetahuan yang berdasarkan norma-norma yang terdapat di dalam peraturan hukum pidana positif, berarti hanya membentangkan tentang sistematis norma-norma. Ilmu hukum pidana merupakan ilmu pengetahuan hukum, maka sasarannya tingkah laku normatif dan tidak perlu menyangkut sebab-sebabdari tingkah laku yang melanggar norma.

Ilmu hukum pidana positif memandang kejahatan sebagai pelanggaran norma (rechtsnorm) dan mendapatkan pidana karena encaman sanksi pidana (rechtsanctie). Penerapan hukum pidana dalam pertumbuhannya memerlukan bantuan bahan-bahan dan pengaruh hasil penyelidikan dari kriminologi.

Pembagian Hukum Pidana

/ /
Istilah ”hukum pidana” mulai dipergunakan pada zaman pendudukan Jepang untuk pengertian strafrecht dari bahasa Belanda, dan untuk membedakannya dari istilah ”hukum perdata” untuk pengertian burgelijk recht atau privaatrecht dari bahasa Belanda. 

Ternyata, ada perbedaan pula antara ”hukum perdata” (privaatrecht) dan ”hukum publik” (publiek recht), sedangkan hukum pidana (strafrecht) masuk golongan hukum publik.

Hukum perdata ini juga dinamakan hukum sipil sebagai terjemahan harfiah dari ”burgelijk recht” dari bahasa Belanda.

Fungsi dan Sumber Hukum Pidana

/ /
Kebutuhan masyarakat atas hukum pidana semakin nyata, dan untuk keperluan itu oleh para ahli hukum pidana telah dipikirkan agar hukum pidana dapat ”pasti” dan ”adil” sehingga timbullah bentuk-bentuk hukum pidana yang dirumuskan dalam undang-undang dan atau Kitab Undang-Undang (kodifikasi). Hhal ini tidak berarti hukum pidana yang ada di setiap negara di dunia berbentuk undang-undang dan kodifikasi. Negara-negara yang menganut sistem hukum anglo-saxon hampir seluruhnya tidak mengenal hukum pidana di dalam kodifikasi dan hanya sebagian kecil negara-negara itu yang mempunyai kodifikasi hukum pidana. Sebagai pengecualian seperti di USA pada bagian negara California dan di Australia pada negara bagian Tasmania, dan sebagian besar negara-negara di Eropa telah mempunyai kodifikasi hukum pida

 Di Indonesia sumber utama hukum pidana terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan peraturan perundang-undangan hukum pidana lainnya, tetapi di samping itu masih memungkinkan sumber dari hukum adat/hukum rakyat yang masih hidup sebagai delik adat yang dalam praktik putusan pengadilan didasarkan hubungan suatu delik adat dengan Undang-undang Darurat 1951 No.1 pasal 5 ayat (3b).

Tujuan Hukum Pidana

/ /
            Tujuan Hukum Pidana :

1.      Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan, baik secara menakut-nakuti orang banyak (generale preventie) maupun secara menakut-nakuti orang tertentu yang sudah menjalankan kejahatan agar di kemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi (speciale preventie).

2.      Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan suka melakukan kejahatan agar menjadi orang yang baik tabiatnya sehingga bermanfaat bagi masyarakat.

KONSEP SINGKAT HUKUM KANONIK

/ /
 Hokum Kanonik (KHK) terdiri atas tujuh buku:  

Buku I  *memuat tentang norma-norma umum.
Buku II *memuat tentang umat Allah.
Buku III *memuat tentang tugas gereja mengajar.
Buku IV*memuat tentang tugas gereja menguduskan.
Buku V*memuat tentang harta benda duniawi gereja.
Buku VI*memuat memuat tentang hukuman-hukuman dalam gereja atau sanksi-sanksi dalam gereja
Buku VII*memuat memuat tentang proses atau hukum acara.

Setiap buku dibagi dalam bagian, seksi, judul, bab adan artikel. Nomor-nomor ketentuan hukum disebut kanon. Kitab hukum kanonik menggunkan prinsip pembagian dari yang terbesar ke yang terkecil. Seluruh kitab hukum kanonik 1983 memuat 1.752 kanon.

Lahirnya Pemerintah Indonesia

/ /
     Tanggal 29 April 1945 pemerintah bala tentara  Jepang di Jakarta membentuk suatu badan yang di beri nama Dokuritzu Zyunbi Tyoosaki atau Badan Penyidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

BPUPKI terdiri atas 62 orang anggota yang di ketuai oleh Ir.Radjiman Wedyodiningrat.Badan ini mengadakan siding dua kali,yaitu:
-   Sidang I tanggal 29 1945 sampai dengan 1 Juni 1945;
-   Sidang II tanggal 10 Juli 1945 sampai dengan 16 juli 1945.
BPUPKI membentuk panitia kecil untuk merumuskan hasil sidang yang beranggotakan sembilan orang,yaitu:
1.  Ir.Soekarno,
2.  Drs.Mohamad Hatta,
3.  Mr. A.A Maramis,
4.  Abikusno Tjokrosujoso,
5.  Abdulkahar Muzakir,
6.  Haji Agus salim,
7.  Mr. Achnad Subardjo,
8.  K.H A. Wachid Hasjim,dan
9.  Mr. Mohammad Yamin.
Tanggal 22 Juni 1945, BPUPKI berhasil menyusun naskah rancangan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dan tanggal 16 Juli 1945 selesai menyusun naskah rancangan UUD 1945, setelah itu BPUPKI dibubarkan.
Tanggal 9 Agustus 1945 di bentuk badan baru dengan nama Dokuritzu Zyunbi linkai atau panitia persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
PPKI di ketuai oleh Ir.Soekarno dan wakil ketua oleh Drs.Moh Hatta.Anggotanya 21 orang,kemudian di tambah 6 orang,sehingga menjadi 27 orang.PPKI kemudian di jadikan “Komite NAsional”.
TAnggal 17 Agustus 1945, PPKI menyaksikan pembacaan Proklamasi tanggal 18 Agustus 1945 bersidang dan hasilnya menetapkan:
a.  Pembukaan UUD 1945;
b.  UUD 1945 sebagai undang-undang dasar Negara Revublik Indonesia;
c.  Ir.Soekarno dan Drs.Mohammad Hatta masing-masing sebagai presiden
     dan wakil presiden Revublik Indonesia;
d.  pekerjaan presiden untuk sementara dibantu oleh suatu Komite Nasional
    
     Tanggal 19 Agustus 1945, PPKI bersaing lagi dan hasilnya menetapkan:
a.  pembentukaan 12 Departemen Pemerintahan;
b.  pembagian wilayah Revublik Indonesia menjadi 8 Provinsi dan tiap
     Provinsi dibagi ke dalam kerisidenan-kerisidenan

HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

/ /

Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Menurut UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatannya, serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Hak asasi manusia dalah hak yang lahir dari dalam diri manusia semenjak manusia itu dalam kandungan, banyak undang undang yang lahir da mngatur tentang hak asasi ini semua otang dan lembaga yang mengatur dan mengaluarkan undang undng antara lain lembaga nasional sampai internasional , namun indonesia belum dan belum mau meratifikasi magna carta engan alsan tidak mau di campuri maslah interen negaranya.

Sejarah Singkat KUHPidana

/ /
Pada zaman penajahan Belanda di Indonesia terdapa dualisme dalam perundang-udangan. Ada peraturan-peraturan hukum tersendiri untuk orang Belanda dan orang Eropa lainnya yang merupakan jiplakan dari hukum tersendiri untuk orang-orang Indonesia dan orang-orang timur asing. Untuk orang Eropa berlaku suatu kitab undang-undang hukum pidana tersendiri termuat dalam firman raja Belanda (Staatsblad 1866 No. 55) mulai berlaku tanggal 1 Januari 1867 untuk orang Indonesia dan orang timur asing termuat dalam Ordonnantie (Staatsblad 1872 No. 85) mulai berlaku tanggal 1 Januari 1873.

Kedua kitab undang-undang hukum pidana di Indonesia adalah jiplakan dari Code Penal dari Prancis yang oleh kaisar Napoleon dinyatakan berlaku di Belanda ketika negara itu ditaklukan oleh Napoleon pada permlaan abad kesembilan belas. Pada tahun 1881 di Balnda dibentuk dan mulai berlaku pad tahun 1886 suatu kitab undang-undang hukum pidana baru yang bersifat Nasional yang sebagian besar merupakan contoh kitab undang-undang hukum pidana di Jerman.

Di Indonesia maka dibentuk kitab undang-undang hukum pidana baru (Wetboek van Strafrecht voor Indie) dengan firman Raja Belanda tanggal 15 oktober 1915, mulai berlaku 1 Januari 1918, yang sekaligus mengganti kedua kitab undang-undang hukum pidana tersebut yang diberlakukan bagi semua penduduk di Indonesia.

Unsur-Unsur Tindak Pidana

/ /
Unsur-unsur \ elemen elemen Tindak Pidana Menurut HAZEWINKEL SURINGA dan :

a. Kelakuan dan akibat ( Sama dengan perbuatan)
b. Hal ikhwal atau keadaan yg menyertai perbuatan
c. Keadaan tambahan yg memberatkan
d. Unsur melawan hokum yg obyektif
e. Unsur melawan hokum yg subyektif

•Unsur-Unsur tindak pidana secara umum

A. UnsurObyektif
-Perbuatan Aktif/Pasif
-syarat tambahan-akibat
-melawan hukum
-keadaan

B. UnsurSubyektif
-kesalahan:
(a) sengaja
(b) kealpaan
-keadaan

•Unsur-Unsur diluar perumusan

-Secara Melawan Hukum
-Dapat Dipersalahkan
-Dapatdipertanggungjawabkan

Asas-Asas Berlakunya KUHP

/ /
Asas-Asas Berlakunya KUHP
3. Asas Nasionalitas Pasif atau Asas Perlindungan.
Didasarkan kepada kepentingan hukum negara yangdilanggar. Bila kepentingan hukum negara –dilanggar oleh warga negara atau bukan, baik di dalam ataupun
di luar negara yang menganut asas tersebut, maka undang-undang hukum pidana dapat diberlakukan terhadap si pelanggar. Dasar hukumnya adalah bahwa
tiap negara yang berdaulat pada umumnya berhak melindungi kepentingan hukum negaranya (Pasal 4 dan 8 KUHP).
Pasal 4 berbunyi : “Ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan …diluar Indonesia… pemalsuan

surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia …”.
Asas-Asas Berlakunya KUHP
4. Asas Universalitas.
Undang-undang hukum pidana dapat diberlakukan terhadap siapa pun yang
melanggar kepentingan hukum dari seluruh dunia. Dasar hukumnya adalah kepentingan hukum seluruh dunia (Pasal 4 ayat ( 2, 4)).
Kategorisasi Peristiwa Pidana
Menurut Doktrin, peristiwa pidana dapat
berupa :
Dolus dan Culpa :
Dolus/sengaja adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja agar terjadi suatu delik. (Pasal 338 KUHP) ; Culpa/tidak disengaja adalah terjadinya delik karena perbuatan yang tidak disengaja atau karena kelalaian. (Pasal 359 KUHP). Kategorisasi Peristiwa Pidana
Delik Materiil dan Delik formil dalam perumusan delik.
1. Delik materiil yang perumusannya menitikberatkan pada akibat yang dilarang/diancam pidana oleh undang-undang Contoh: Delik materiil yaitu Pasal 360 KUHP berbunyi: “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun”.
2. Delik formil yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang/diancam pidana oleh undang-undang. Contoh: Delik formil yaitu pada Pasal 362 KUHP berbunyi . “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”;
Kategorisasi Peristiwa Pidana Komisionis, Omisionis, dan Komisionis peromisionim Komisionis adalah Terjadinya delik karena melanggar larangan. Omisionis adalah terjadinya delik karena seseorang melalaikan suruhan/tidak berbuat.
Contoh : Pasal 164 KUHP yang berbunyi : awas “Barang siapa mengetahui ada sesuatu
permufakatan untuk kejahatan … sedang masih ada waktu untuk mencegah kejahatan itu, dan dengan mencega sengaja tidak segera memberitahukan tentang itu kepada… dipidana jika kejahatan itu jadi dilakukan dipidana dengan pidana penjara….
Komisionis peromisionim yaitu tindak pidana yang pada umumnya
dilaksanakan dengan perbuatan, tapi mungkin terjadi pula bila tidak berbuat.
Contoh : Pasal 341 KUHP yang berbunyi : “Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh merampas anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”. tahun” Kategorisasi Peristiwa Pidana
Without victim dan With victim.
Without victim ialah delik yang dilakukan tanpa adanya korban. With victim ialah delik yang dilakukan dengan adanya korban.
Sistematika Peristiwa Pidana Ketentuan sekarang membagi peristiwa
pidana dalam :
Kejahatan ancaman pidana lebih berat ; dan Pelanggaran
Buku I KUHP membedakan kejahatan dan
pelanggaran dalam hal :
Percobaan (poging) atau membantu
(medeplichtigheid) untuk pelanggaran tindak dipidana ;
Daluwarsa/verjaring, bagi kejahatan lebih lama daripada pelanggaran ;
Pengaduan/klacht, hanya ada terhadap beberapa kejahatan tapi tidak ada pengaduan pada pelanggaran ;
Pembarengan/samenloop, peraturannya berlainan untuk kejahatan dan pelanggaran.
Subyek Hukum Pidana
1. Penanggung jawab peristiwa pidana ;
2. Polisi ;
3. Jaksa ;
4. Penasehat Hukum ;
5. Hakim ;
6. Petugas Lembaga Pemasyarakatan

HUKUM PAJAK

/ /

Pajak atau hukum fiskal ialah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas Negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak.
Hukum Pajak dibedakan antara Hukum Pajak Materiil (Material tax law) dan hukum Pajak Formal (Formal tax law). Hukum Pajak Materiil adalah hukum pajak yang memuat ketentuan-ketentuan tentang siapa-siapa yang dikenakan pajak, dan siapa-siapa dikecualikan dari pengenaan pajak, apa saja yang dikenakan pajak dan berapa yang harus dibayar.
Hukum Pajak Formal adalah hukum pajak yang memuat ketentuan-ketentuan bagaimana mewujudkan hukum pajak materiil menjadi kenyataan. Secara mudah dapat dirumuskan bahwa hukum pajak materiil berisi ketentuan-ketentuan tentang siapa, apa dan berapa. Hukum Pajak Formal berisi ketentuan tentang bagaimana.
Hukum pajak formal merupakan ketentuan-ketentuan yang mengatur bagaimana mewujudkan hukum pajak materiil menjadi kenyataan. Misalnya hukum pajak materiil menetapkan, bahwa seseorang yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, dan mempunyai penghasilan yang jumlahnya di atas PTKP, maka orang yang bersangkutan telah mempunyai kewajiban untuk membayar pajak dan statusnya telah menjadi Wajib Pajak.

TEORI PEMUNGUTAN PAJAK

/ /
Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:
  1. Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi deiperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyajk ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang yang miskin justru dibebaskan dari beban pajak.

PENGERTIAN HUKUM TATA NEGARA DARI BEBERAPA AHLI

/ /
Para sarjana mengemukakan pengertian Hukum Tata pendapatnya tentang Negara, sebagai berikut

1.  Van der Pot
Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan, wewenang masing-masing badan, hubungan antar badan yang satu dengan yang lain, serta hubungan antara badan-badan itu dengan individu-individu didalam suatu Negara.


2.  Van Vollen Hoven
Hukum Tata  Negara adalah hukum yang mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatannya dan masing-masing masyarakat hukum itu menentukan wilayah lingkungan rakyatnya dan menentukan badan-badan serta fungsinya masing-masing yang berkuasa  dalam masyarakat hukum itu, serta menentukan susunan dan wewenang dari badan-badan tersebut.

3.  Logemann
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi Negara.menurut Prof.Logemann adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan sesuatu masyarakat.

4.  Mac Iver
Menurut Mac Iver bahwa Negara itu sebagai suatu political orgaization,harus di bedakan dari ”masyarakat”.Negara itu suatu Organisasi politik yang ada di dalam masyarakat, tetapi negara itu bukan bentuk dari masyarakat.Negara itu organisasi dalam masyarakat, yaitu organisatie-kapstok.


5.  Prof. Kusumadi Pudjosewojo, S.H.
Dalam bukunya Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia menyebutkan bahwa:”Hukum Tata Negara ialah hukum yang mengatur tata negara (kesatuan atau federal),dan bentuk pemerintahan (kerajaan atau revublik), yang menunjukan masyarakat-masyarakat hukum yang atasan maupun yang bawahan, beserta tingkatan-tingkatan (hierarchie), yang selanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat hukumitu dan akhirnya akhirnya menunjukan paerlenglkapan dari masyarakat hukum itu sendiri.

Aliran-Aliran Hukum di indonesia

/ /

Berkenaan dengan kekuasaan yang menentukan kaidah hukum, terdapat beberapa aliran pemikiran dalam hukum, yaitu:
1. Aliran Hukum Alam
Menurut ajaran ini kaidah hukum hasil dari titah tuhan dan langsung berasal dari tuhan. Oleh karena itu, aliran ini mengakui adanya suatu hukum yang benar dan abadi, sesuai dengan ukuran kodrat, serta selaras dengan alam. Dalam ajaran ini, ada dua unsur yang menjadi pusat perhatian, yaitu unsur agama dan unsur akal. Pada dasarnya hukum alam bersumber pada tuhan, yang menyingkari akal manusia dan sebaliknya hukum alam bersumber pada akal atau pikiran manusia.
2. Teori Perjanjian Masyarakat
Teori ini berpendapat bahwa hukum adalah perwujudan kemauan orang dalam masyarakat yang bersangkutan yang ditetapkan oleh negara, yang mereka bentuk karena suatu perjanjian dan orang mentaati hukum karena perjanjian tersebut.
3. Aliran Sejarah
Menurut Aliran Culture Historische School
Pokok pikiran aliran ini, manusia di dunia ini terbagi atas beberapa bangsa dan bangsa ini mempunyai sifat dan semangat yang berbeda-beda. Oleh karena itu, hukum berlainan dan berubah sesuai dengan tempat dan zaman, karena hukum ditentukan oleh sejarah. Hukum yang dibuat oleh manusia masih ada kebaikan yang lebih tinggi nilainya yaitu keadilan menjadidasar dari setiap hukum yang diperbuat oleh manusia. Dengan begitu golongan atau aliran yang bertentangan dengan aliran tersebut ialah berpendapat bahwa hukum tertulis buatan manusia itulah yang tertinggi dan tidak dapat diatasi oleh apapun juga.
Aliran demikiran disebut aliran positivisme atau legisme, yang sangat menghargai secara berlebih-lebihan terhadap hukum tertulis.
4. Teori kedaulatan negara
Menurut Madhzab Kedaulatan Negara
Menurut madhzab ini, isi kaidah-kaidah hukum itu ditentukan dan bersumber pada kehendak negara. Menurut hans kelsen, isi kaidah-kaidah hukum adalah wille des staates.
5. Teori kedaulatan hukum
H. Krabbe Dan Madhzabnya
Kedaulatan hukum tidak sependapat dengan kedaulatan negara. Menurut krabbe, negara adalah suatu konstruksi yuridis, karena tidak mempunyai kehendak sendiri. Kehendak tersebut pada hakikatnya adalah kehendak dari pemerintah, sedangkan yang disebut pemerintah itu sendiri dari orang-orang tertentu.
Berdasarkan teori hukum dan ajaran hukum tersebut diatas maka timbul aliran-aliran hukum, sebagai berikut:
a. Aliran legisme, yang menganggap bahwa hukum terdapat dalam undang-undang. Yang berarti hukum identik dengan undang-undang, sehingga hakim dalam melakukan tugasnya terikat pada undang-undang. Bahwa undang-undang itu sebagai sumber hukum formal, dalam hal undang-undang itu dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu
• Undang-undang dalam arti formal adalah setiap keputusan pemerintah yang karena bentuknya disebut undang-undang
• Undang-undang dalam bentuk materiel adalah keputusan pemerintah yang karena isinya langsung mengikat masyarakat
b. Aliran freie rechsbeweging, yang beranggapan bahwa didalam melaksanakan tugasnya seorang hakim bebas untuk melakukan menurut undang-undang atau tidak. Ini disebabkan pekerjaan hakim ialah menciptakan hukum. Dengan demikian, yurisprudensi merupakan hal yang penting yang dianggap primer, sedangkan undang-undang merupakan hal yang sekunder.
c. Aliran rechtsvinding, yang beranggapan bahwa hakim terikan pada unfang-undang, akan tetapi tidak seketat menurut paham aliran legisme. Karena hakim juga memiliki kebebasan, namun kebebasan hakim tidak seperti faham freie rechgtsbeweging. Karena dalam melaksanakan tugasnya hakim mempunyai kebebasan yang terikat.
d. Aliran sicoilogishe rechtschuke, pada dasarnya tidak setuju dengan adanya kebebasan bagi para pejabat hukum untuk menyampingkan undang-undang sesuai dengan perasaanya. Oleh karena itu, aliran ini hendak menahan dan menolak kemungkinan sewenang-wenang dari hukum, sehubungan dengan adanya freieserhessen dalam aliran rechtsschule. Pada akhirnya aliran ini mengimbau suatu masyarakat bagi pejabat-pejabat hukum dipertinggi berkenaan dengan pengetahuan tentang ekonomi, sosiologi dan lain-lain, supaya kebebasan dari hakim ditetapkan batas-batasnya dan supaya putusan-putusan hakim dapat diuji oleh public opinion.
e. Aliran sistem hukum terbuka (open system), berpendapat bahwa hukum itu merupakan suatu sistem, bahwa semua peraturan-peraturan itu saling berhubungan yang satu ditetapkan oleh yang lain; bahwa peraturan-peraturan tersebut dapat disusun secara mantik dan untuk yang bersifat khusus dapat dicari aturan-aturan umumnya, sehingga sampailah pada asas-asas. Sistem hukum adalah suatu susunan atau tatanan yang diatur dalam keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran untuk mencapai suatu tujuan. (Prof. R Subekti, SH.)
Sebelum dikenal hukum tertulis, maka satu-satunya sumber hukum adalah hukum kebiasaan. Oleh karena hukum kebiasaan itu sifatnya tidak tertullis, maka dapat dibayangkan bahwa tidak ada kepastian atau keseragaman hukum. Kemudian lahirlah aliran-aliran penemuan hukum, yang pada dasarnya bertitik tolak pada pandangan mengenai apa yang merupakan sumber hukum. Jadi aliran-aliran itu merupaka aliran-aliran tentang ajaran sumber hukum.

SUMBER HUKUM INTERNASIONAL

/ /

.1    Pengertian sumber hukum internasional
Sumber hukum dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum formail dan sumber hukum materiil. Sumber hukum formail adalah sumber hukum yang dilihat dari bentuknya, sedang sumber hukum materiil adalah segala sesuatu yang menentukan isi dari hukum. Menurut Starke, sumber hukum materiil hukum internasional diartikan sebagai bahan-bahan aktual yang digunakan oleh para ahli hukum intrenasional untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi tertentu.

.2     Macam-macam sumber hukum Internasional
Sumber hukum internasional dapat dibedakan berdasarkan
.2.1   Berdasarkan penggolongannya:
Berdasarkan penggolongannya sumber hukum internasional dibedakan menjadi dua:
.2.1.a  Penggolongan menurut Pendapat Para sarjana Hukum Internasional
Para sarjana Hukum Internasional menggolongkan sumber hukum internasional yaitu, meliputi:
1.   Kebiasaan
2.   Traktat
3.   Keputusan Pengadilan atau Badan-badan Arbitrase
4.   Karya-karya Hukum
5.   Keputusan atau Ketetapan Organ-organ/lembaga Internasional

.2.1.b  Penggolongan menurut Pasal 38 (1) Statuta MAhkamah Internasional
Sumber HUkum Internasional menurut ketentuan Pasal 38 (1) Statuta  Mahkamah Internasional adalah  terdiri dari :
1.   Perjanjian Internasional (International Conventions)
2.   Kebiasaan International (International Custom)
3.   Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara eradab.
4.   Keputusan Pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya (Theachings of the most highly qualified publicists).

Jelas bahwa penggolongan  sumber hukum internasional menurut pendapat para sarjana dan menurut pasal 38 ayat 1 Satatuta MAhkamah Internasional terdapat perbedaan yaitu yang dapat dijelaskan berikut ini:
a.   Pembagian menurut para sarjana telah memasukan keputusan badan-badan arbitrase internasional sebagai sumber hukum sedangkan dalam pasal 38 tidak disebutkan hal ini menurut Bour mauna karena dalam praktek penyelesaian sengketa melalui badan  arbitrase internasional hanya merupakan pilihan hukum dan kesepakan para pihak pda perjanjian.
b.   Penggolongan sumber hukum internasional menurut para sarjana tidak mencantumkan prinsip-prinsip hukum umum sebagai salah satu sumber hukum, padahal sesuai prinsip-prinsip hukum ini sangat penting bagi hakim sebagai bahan bagi mahkamah internasional untuk membentuk kaidah hukum baru apabila ternyata sumber hukum lainnya tidak dapat membantu Mahkamah Internasional untuk menyelesaiakn suatu sengketa. Hal ini sesuia dengan ketentuan pasal 38 ayat 2 yang menaytakan bahwa:
This propivisons shall not prejudice the power of the Court to decide a case ex aequo et bono, if the parties agree thereto.
“Asas ex aequo et bono” ini berarti bahwa hakim dapat memutuskan sengketa  internasional berdasarkan rasa keadilannya (hati nurani) dan kebenaran. Namun sampai saat ini sangat disayangkan bawasannya asas ini belum pernah dipakai oleh hakim dalam Mahkamah Internasional.
c.  Keputusan atau Ketetapan Organ-organ Internasional atau lembaga-lembaga lain tidak terdapat dalam pasal 38, karena hal ini dinilai sama dengan perjanjian internasional.

.2.2    Berdasarkan sifat daya ikatnya:
Sumber hukum Internasional jika dibedakan berdasarkan sifat daya ikatnya maka dapat dibedakan menjadi sumber hukum primer dan sumber hukum subsider. Sumber hukum primer adalah sumber hukum yang sifatnya paling utama artinya sumber hukum ini dapat berdiri sendiri-sendiri meskipun tanpa keberadaan sumber hukum yang lain. Sedangkan sumber hukum subsider merupakan sumber hukum tambahan yang baru mempunyai daya ikat bagi hakaim dalam memutuskan perkara apabila didukung oleh sumber hukum primer. Hal ini berarti bahwa sumber hukum subsider tidak dapat berdiri sendiri sebagaimana sumber hukum primer.

.2.2.a  Sumber Hukum Primer hukum Internsional
Sumber hukum Primer dari hukum internasional meliputi:
1.   Perjanjian Internasional (International Conventions)
2.   Kebiasaan International (International Custom)
3.   Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara eradab.

Oleh karena sumber hukum internasional nomor 1,2,3 merupakan sumber hukum primer maka Mahkamah Internasional dapat memutuskan suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan berdasarkan sumber hukum nomor 1 saja, 2 saja, atau 3 saja. Namun perlu diketahui bahwa pemberian nomor 1, 2, 3 tidak menunjukan herarki dari sumber hukum tersebut. Artinya bahwa ketiga sumber hukum tersebut mempunyai kedudukan yang sama tingginya atau yang satu tidak lebih tinggi atau lebih rendah kedudukannya dari sumber hukum yang lain.

.2.2.b  Sumber Hukum Subsider
   Bahwa yang termasuk sumber hukum tambahan dalam hukum internasional adalah:
4.   Keputusan Pengadilan.
5.   Pendapat Para sarjana Hukum Internasional yang terkemuka.

Oleh karena sumber hukum internasional nomor 4 dan 5 merupakan sumber hukum subsider maka Mahkamah Internasional tidak dapat memutuskan suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan hanya berdasarkan sumber hukum nomor 4 saja, 5 saja, atau 4 dan 5 saja. Hal ini berarti bahwa kedua  sumber hukum tersebut hanya bersifat menambah sumber hukum primer sehingga tidak dapat berdiri sendiri.

.3   Perjanjian Internasional Sebagai Sumber Hukum

Perjanjian Internasional adalah hasil kesepakatan yang dibuat oleh subyek hukum internasional baik yang berbentuk bilateral, reginal maupun multilateral.
Perjanjian Bilateral adalah perjanjian apabila yang menjadi pihak dua negara, sedangkan regional adalah perjanjian apabila yang menjadi pihak negara-negara dalam satu kawasan sedangkan multilaretal adalah perjanjian yang apabila pihaknya lebih dari dua negara atau hampir seluruh negara di dunia dan tidak terikat dalam satu kawasan tertentu. Sedangkan menurut Konvensi wina Pasal 2 1969, Perjanjian Internasional (treaty) didefinisikan sebgai:
“Suatu Persetujuan yang dibuat antara negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih instrumen yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan padanya.”

Definisi ini kemudian dikembangkan oleh pasal 1 ayat 3 Undang-undang Republik Indonesia nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yaitu:
   Perjanjian INternasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebuitan apapun, yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh pemerintah Republik Indonesia dengan satua atau lebih negara, organisasi internasional atau subyek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum publik”.

Blog Archive

 
Copyright © 2010 E L Review, All rights reserved
Design by DZignine. Powered by Blogger